Hari itu umat muslim sedang menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Ketika matahari telah naik satu penggalah, terlihat Rasulullah SAW berjalan keluar dari rumahnya yang mulia menuju ke Masjid. Namun baru beberapa langkah beliau berjalan, tiba-tiba beliau melihat banyak sekali anak-anak yang bermain penuh sukacita. Tampaknya mereka semua merasakan betapa indah dan bahagianya suasana Ramadhan kali ini.
Anehnya, tidak semua anak-anak gembira penuh kegirangan. Ada salah seorang diantara mereka yang sedang duduk termenung seorang diri. Pakaian anak itu tampak kumal, sekumal pikiran dan hatinya. Rasulullah SAW pun langsung mendekati dan menegurnya, “nak, mengapa engkau tidak ikut bermain bersama kawan-kawanmu?”, anak itu kemudian menjawab dengan tanpa beban dan tanpa menyadari bahwa yang ada di dekatnya itu adalah Rasulullah SAW. “Biarlah aku begini saja tuan”, jawabnya. “Sebab ayahku sudah meninggal, sedangkan ibuku telah menikah lagi dengan seorang laki-laki yang sangat kasar. Ayah tiriku itu telah mengusirku pergi. Sementara seluruh harta benda ayah kandungku telah dihabiskan oleh ayah tiriku tersebut. Dengan demikian, sudah tidak ada lagi makanan yang dapat aku makan. Baju pun hanya tinggal satu, yakni yang melekat di tubuhku ini. Sekarang ini aku juga tidak boleh kembali lagi ke rumah”.
“Karena itu, betapa pilunya hatiku tatkala melihat kawan-kawan yang lain tampak begitu ceria di hari dan bulan Ramadhan yang bahagia ini. Mereka masih bisa berkumpul bersama kedua orang tuanya dan bersenda gurau dengan ayah maupun ibu mereka. Pakaian mereka tampak baru seluruhnya. Semua itulah yang membuatku menangis dan air mataku tak sanggup lagi aku bendung”, begitu tutur anak yatim itu dengan terisak-isak menahan tangis.
Mendengar pengakuan anak tersebut, hati Rasulullah seakan-akan tersayat oleh sembilu. Hatinya menjadi terasa pedih. Beliau merasakan betapa malangnya nasib anak ini. Beliau lantas berjongkok di hadapannya seraya mengatakan, “bagaimana pendapatmu, seandainya Muhammad Rasulullah itu yang akan menggantikan ayahmu. Sementara Ummul Mukminin ‘Aisyah yang akan menjadi ibumu dan Fatimah nanti akan menjadi saudaramu serta Hasan dan Husein menjadi adik-adikmu?”
Tiba-tiba wajah anak itu tampak berbinar-binar bahagia seraya menganggukkan kepalanya. Sesaat kemudian, tangan anak itu digandeng oleh Rasulullah dan dibawa ke rumah untuk ditunjukkan kepada ‘Aisyah dan Fatimah serta yang lainnya. Rasulullah langsung memandikan dan mengganti pakaiannya dengan yang lebih layak dan bagus serta menyuapinya hingga merasa kenyang.
Mendapati perlakuan seperti itu, hati anak yatim itu menjadi sangat bahagia. Rasulullah lalu mengajaknya untuk pergi ke Masjid. Sesampainya di halaman Masjid, dia melihat kawan-kawannya yang masih bermain, maka saat itu pula dia segera berlari berkumpul bersama mereka. Melihat perubahan yang ada pada anak yatim itu, maka anak-anak yang lain pun menjadi heran dan mulai bertanya, “kulihat engkau tadi sangat murung dan dekil, tapi mengapa sekarang engkau tampak gembira, apa yang menjadikan engkau berubah seperti ini?” tanya salah satu dari mereka. Lalu anak yatim itu pun menjawab, “begini kawan, aku kelihatan murung tadi karena aku sangat lapar. Sekarang aku sudah kenyang. Begitu juga pakaianku ini, sekarang juga tampak menyenangkan sebagaimana yang kalian pakai. Bahkan lebih jauh dari itu, yang paling membahagiakanku adalah sekarang Rasulullah SAW telah menjadi ayahku dan Ummul Mukminin ‘Aisyah sebagai ibuku. Aku telah diangkat oleh keduanya menjadi anaknya, sehingga Fatimah kini menjadi saudaraku”, demikian penjelasan anak yatim itu.
Semenjak saat itu, anak yatim tersebut dirawat dengan sangat baik oleh keluarga Rasulullah. Hingga akhirnya, manusia termulia pecinta dan penyayang anak-anak yatim itu tidak bisa lagi mendampingi dan mengasuhnya. Rasulullah SAW telah kembali menghadap ILLAHI Rabbi. Kenyataan inilah yang menyebabkan anak yatim itu kembali bersedih. “Sekarang aku benar-benar menjadi yatim kembali”, rintihnya.
Mendengar rintihan anak yatim itu, Abu Bakar Ash-Shidiq mendekatinya dan menghiburnya seraya berkata, “akulah yang akan menggantikan Rasulullah SAW untuk menjadi orang tua angkatmu dan mengurusi kehidupanmu!”
Demikianlah salah satu kisah yang menggambarkan kepada kita semua tentang bagaimana perhatian Rasulullah SAW yang amat besar terhadap anak-anak yatim. Karena begitu perhatian terhadap mereka, Rasulullah SAW pernah bersabda, “barangsiapa yang mengambil anak yatim dari kalangan muslimin dan memberinya makan dan minum, maka Allah akan memasukkannya ke surga kecuali bila ia berbuat ‘dosa besar yang tidak terampuni’.” (HR. Tirmidzi). Sedangkan, “Aku dan pemelihara anak yatim di surga, (dalam sabdanya yang lain) adalah seperti ‘ini’ (beliau memberi isyarat dengan telunjuk dan jari tengahnya lalu merenggangkannya.” (HR. Bukhari, Tirmidzi dan Abu Daud).
Karena itu, ramaikanlah rumah kita dengan anak-anak yatim dan berlaku baiklah terhadap mereka. Sebab, “sebaik-baik rumah kaum muslimin ialah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan dengan sebaik-baiknya dan sejelek-jeleknya rumah kaum muslimin, ialah bila di dalam rumahnya ada anak yatim yang diperlakukan dengan buruk.” (HR. Ibnu Mubarak). Rasulullah menganjurkan agar kita membahagiakan minimal satu anak yatim, Jika belum mampu untuk mengasuh mereka, minimal jangan pernah mencoba untuk menyakiti perasaan anak-anak yatim. Justru kita harus membahagiakan mereka. Ketahuilah, bahwa Islam adalah agama yang Indah.
-Putrahadi Nurachman si anak kemaren sore-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar